JAKARTA | Infomedia Nusantara – Pendeta Gilbert Lumoindong tengah menghadapi beberapa laporan polisi atas dugaan penistaan agama setelah khotbahnya yang kontroversial dianggap menyinggung umat Muslim dan juga umat Kristiani viral di media sosial.

Laporan pertama kali dari pengacara sekaligus selebriti Farhat Abbas dengan Nomor LP/B/2030/IV/2024/SPKT/Polda Metro Jaya pada tanggal 16 April 2024.

Dalam laporan tersebut, Farhat Abbas melaporkan dugaan tindak pidana penistaan agama yang didasari pada UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP sebagaimana dimaksud dalam pasal 156 a KUHP yang berbunyi, “Perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia”.

Kemudian pada hari Sabtu, tanggal 20 April 2024 Pendeta Gilbert Lumoindong, kembali dilaporkan oleh Ketua Kongres Pemuda Indonesia (KPI) DKI Jakarta, Sapto Wibowo Sutanto, yang menganggap kelakar pendeta tersebut “telah melukai perasaan umat Islam”.

Namun kali ini Pdt. Gilbert Lumoindong dilaporkan atas dugaan pasal Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45A Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Laporan dilanjutkan oleh Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) yang juga ikut melaporkan Pendeta Gilbert Lumoindong atas dugaan penistaan agama dalam khotbahnya ke Polda Metro Jaya dengan nomor LP/B/2223/IV/2024/SPKT Polda Metro Jaya tanggal 25 April 2024. Ketum PITI Ipong melaporkan Gilbert dengan merujuk pada Pasal 156 a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Tindak Pidana Penistaan Agama serta banyak laporan pidana lainnya dari luar daerah.

Dan kali ini Pendeta Gilbert Lumoindong-pun di gugat dalam gugatan perdata oleh Wiliiyanto, seorang aktivis Kristiani yang merasa kotbahnya tidak sesuai dengan citra umat Kristiani di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada hari Jumat tanggal 26 April 2024 dengan Nomor Perkara : 247/Pdt.G/ 2024/PN Jkt.Pst, dilansir dari SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dr. ANDRY CHRISTIAN, S.H., S.Kom, M.Th, C.Md, CLA dari Kantor Hukum & Investigasi MAHANAIM Law Firm selaku kuasa hukum perdata dari Wiliiyanto menerangkan bahwa pihaknya telah menerima Kuasa untuk mendampingi Kliennya dalam perkara perdata Nomor : 247/Pdt.G/2024 PN Jkt Pst di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam gugatan Perbuatan Melawan Hukum dengan Pdt. Gilbert Lumoindong sebagai Tergugat dan Badan Pengurus Pusat Gereja Bethel Indonesia (BPP GBI) sebagai Turut Tergugat.

Awak media sempat mewawancarai Pengacara muda yang pernah mendampingi dan memberikan bantuan Hukum kepada Guruh Soekarnoputra dalam perkara eksekusi rumah peninggalan sang Proklamator RI beberapa waktu silam dan juga kasus nasional lelang kebon kelapa sawit terbesar di Indonesia, PT Tri Bakti Sarima (TBS) di kantornya bersama kedua rekannya, Siti Hagariyah, S.H. dan Asori Moho, S.H. serta Team Advokasi dari Zerubabel & Partners.

“Klien kami menggugat Pendeta Gilbert Lumoindong ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas tindakan Perbuatan Melawan Hukum dengan pasal 1372 KUHPerdata karena Pendeta Gilbert Lumoindong dinilai, dalam videonya yang viral di media sosial selain berkata terkait Zakat 2.5%, beliau juga membuat narasi yang membandingkan Ibadah antara umat islam dengan ibadah umat Kristen pada saat memberikan perpuluhan 10% bagi umat kristen dan Zakat 2.5% bagi umat islam”, ujar Dr. Andry CHRISTIAN, S.H., S.Kom, M.Th, C.Md, CLA di kantornya, daerah sekitar Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Senin (29/04/2024).

Dan bukan hanya itu Pdt. Gilbert Lumoindong-pun memberikan narasi dengan memberikan perpuluhan 10℅ bisa beribadah dengan *santai”, padahal tidaklah demikian menurut kitab suci Kristiani, pemberian perpuluhan adalah karena cinta kasih kita kepada Tuhan bukan untuk lebih santai. Selain itu Klien kami pun kaget dan sedih sebagai seorang Kristiani ketika seorang pendeta pada saat berkhotbah atau ceramah menyampaikan uang persembahan umat kristen (Perpuluhan 10%) disamakan dengan persembahan umat islam (Zakat 2,5%) dengan ukuran yang didasarkan pada tingkat dan cara ibadahnya yang di praktekan dalam. suatu guyonan yang ditertawakan banyak orang yang hadir saat itu.

Tidak pantas seorang pendeta menarasikan jika menjadi umat Kristiani itu lebih enak dengan bahasa ‘Santai’ dari pada menjadi umat islam dengan alasan ibadah hanya seminggu sekali dikarenakan besaran pembayaran persembahannya sebesar 10% dan bagi orang yang tidak mau membayar perpuluhan silakan bayar 2,5% tapi sembayangnya lima kali sehari karena beda kelas, ungkap Dr. Andry Christian, S.H., S.Kom, M.Th, C.Md, CLA, saat.ditemui di MAHANAIM Law & Investigation Office.

Pendeta Gilbert Lumoindong seharusnya lebih berhati-hati dan tidak membuat narasi seperti candaan pada saat memberikan khotbahnya pada saat beribadah di depan umatnya, karena hal ini berdampak negative. Mimbar dalam gereja hanya untuk memberitakan kebenaran dan untuk kemuliaan nama Tuhan, tutur Dr. Andry Christian, S.H., S.Kom, M.Th, C.Md, CLA yang juga adalah sebagai seorang hamba Tuhan di Gereja Bahtera Life Community Church (BLCC), Jakarta Barat. (Red)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *